Airlangga
Masihkah ada rentetan anak manusia
yang menaruh harap disana. Di gedung gedung tinggimu yang menjulang, diantara
pondasi bangunan yang menyimpam banyak kenangan. Masihkah tempatmu menjadi
acuan.
Masihkah dirimu jadi derapan harap
yang tak kunjung datang, seperti kisahku waktu itu. Ditempatmu lah aku
terbayang, melawan rentetan rasa cemas karena minim pengalaman. Disanalah awal
fajarku menjulang, bersinar malu malu seperti embun yang membayang.
Waktu itu aku seperti tak tau malu,
datang ke tempatmu dengan setelan kusut dan kalut. Kutanam harapku pada
tempatmu, di gedung yang didominasi warna ungu itu. Disitulah aku yang sedikit
percaya keajaiban semu.
Kutanam dan kusiram harapku pagi
itu. Pagi yang dingin dan banyak camar seingatku. Aku disambut dengan simbol
angkuhmu menenteng kendi kehidupan bertuliskan Ksatria Airlangga Dwipa. Waktu
itu aku sama sekali tak tau, simbol apakah itu, seberapa berartikan dirimu
dengan kekuatanmu.
Sesampainya aku ditempatmu,
kupanjatkan barisan harapku pada secarik kertas. Ditempat pojok kiri samping
pintu kelas. Waktu itu aku serasa tergilas lemas dan berharap cemas.
Airlangga
Masihkah tempatmu seperti dulu..
Komentar
Posting Komentar