Dear Jodoh


Akan kujelaskan padamu bagaimana caraku menemukanmu.

Inilah perjalanan yang sejati. Perasaan yang tak pernah terucapkan.

Pagi kumulai seperti biasa. Tanpa telepon genggam, tanpa ucapan selamat sarapan. Tak pernah aku ucapkan jangan lupa mandi, atau berhati hati saat dalam perjalanan. Kupikir tak perlu. Kita sama sama dewasa. Aku juga menyadari kau bukan kanak-kanak yang setiap saat harus diingatkan. Kesibukan kita masing masing lebih penting daripada sebuah ucapan satu sama lain.


Hidupku dikejar waktu setiap saat.

Kupikir ini adalah seni terbaik dalam mencintai. Tak terucapkan tapi saling merasa. Menyatukan energi dari jauh demi angan angan kita yang menginginkan hidup layak dimasa tua. Biarkan keringat dan rasa lelahku jadi bukti. Bahwa tak ada cinta yang paling istimewa selain bekerja untukmu. Nafkah adalah pembuktian terindah.


Selepas penat banting tulang aku belum sempat mengabarimu. Tapi tenanglah.

Segalanya tampak membosankan disaat sore. Kemacetan dimana mana. Tugas kantor yang belum selesai sepulang kerja adalah oleh oleh yang tak pernah kita harapkan. Dan waktuku untukmu harus terbagi lagi oleh tugas. Tenanglah. Tugas pekerjaan bagiku hanyalah nomor dua. Nomor satunya adalah makan malam denganmu. Sembari bercerita kesibukan kita masing masing setelah beraktivitas seharian. Mendayu dayu bercerita sampai pada akhirnya kita terbuai bahwa waktu sudah menunjukkan jam malam. Pulanglah dulu. Esok kita mulai lagi berbagi kisah. Otak kita butuh istirahat. Telepon seluler hanya barang fana.


Saat kau masih ingin berbicara denganku di jam malam. Aku pun jua, sebenarnya.

Beberapa pasangan diluar sana mempunyai hubungan yang riskan karena minim komunikasi. Kurang sentuhan magis menatap mata satu sama lain. Beberapa kali kukatakan padamu. Segala obrolan yang kita elu elukan tak berarti bagiku. Cukup kupandang matamu tanpa bicara. Lega hatiku seketika. Segala penat dalam pikirku meleleh jadi energi. 


Hari hariku terasa sangat sibuk. Ketahuilah, semua ini kulakukan untukmu.

Tak ada satupun perempuan di dunia ini yang ingin menjalani hubungan tanpa kejelasan. Aku sadar, dan sangat sadar. Kau menginginkanku sebagaimana mestinya. Hubungan di usia yang kelewat matang ini harus didasari komitmen bukan lagi marah dan cuek karena tak dihubungi. Tak perlu lagi mengunggah swafoto berdua di sosial media. Untuk apa? Kita sudah melewati masa masa itu. Sudah kusiapkan setelah ini jenjang yang benar benar harus memaksa kita jadi mesin. Tak kenal waktu dan lelah. Kusiapkan pundakku melangkah denganmu.


Kumantapkan hatiku memilihmu. Mahligai ini akan jadi tambatan pertama dan terakhir.

Waktu merubah banyak hal. Teknologi berubah, politik berubah, seisi alam raya bergeser digerus janji pembangunan. Tapi tidak bagiku. Komitmen dalam pekerjaan kita bisa hitung jumlahnya. Tapi untuk urusan hati, siapapun setuju harganya tak ternilai. Kau tau, tak ada perjalanan terindah selain akad didepan ayahmu. Memintamu jadi teman hidupku secara khitmat diiringi tangisan haru. Kau bukan hanya sekedar lawan bicara dan berdebat, tapi teman perjuangan. Dan bagiku, perjalanan yang sejati bukan di puncak gunung tertinggi atau menyusur lautan yang maha luas. Puncak abadi adalah puncak pernikahan, denganmu. Bersama, berdua, menghadapi ombak ombak kehidupan yang nyata. Aku bersamamu kini. Sampai pada akhirnya semesta berkata, sudah..


——

Mei (bulannya para pemberani) 2018

Komentar

Postingan Populer