“Test the Water” (Mengendalikan Reaksi Massa Dalam Genggaman Seluler)


Mengerucut dalam era publikasi masa kini. Dengan memacu reaksi masyarakat melalui testimoni sebuah permasalahan. Tujuannya tidak lain ialah memancing bagaimana respon publik terhadap masalah yang kita buat.

Sebagai contoh kecil. Dua buah akuarium berisi air jernih, satu berisi air dangkal dan satunya lagi berisi air penuh. Jika diberi beban, sebagai contoh batu yang berat jenisnya sama pasti akan memberikan reaksi yang berbeda. Kedua kotak akan sama sama bergerak, mengaduh, meluapkan gercak yang sama tetapi dengan pantulan suara yang jelas berbeda. Coba bayangkan. Kotak yang berisi air dangkal akan lebih memberikan efek suara lebih besar karena masih ada ruang dan udara diatas permukaan. Begitu juga sebaliknya.

Secara gamblang. Filosofi ini cukup memberikan contoh kecil dalam kehidupan masyarakat. Bahwa mengendalikan massa yang terderung mempunyai pola pikir dangkal justru lebih mudah. Mengapa?. Ruang kosong dalam kehidupannya yang seharusnya masih bisa di isi dengan hal hal positif, terbuang percuma begitu saja. Sebagian dari kelompok ini tekun dalam hal semacam ini. Mengulik hal baru dan mungkin tabu jika diperbincangkan. Sebagai contoh gunjingan, menghakimi perbedaan, atau lebih parahnya mencibir pendapat kontra yang sebetulnya bisa diselesaikan dengan  cara yang edukatif. Dari sini harfiah sebuah akal ditentukan.

Maka dari itu, “Test the Water” ini seringkali diperdebatkan dalam dunia Komunikasi Jurnalistik oleh para penguasa. Menilai perasaan dan menggiring opini yang timbul sebelum menentukan keputusan yang diambil setelahnya. Atau kadang bisa dikatakan dengan istilah lain, yaitu “Balon Percobaan” seumpama membuat berita yang dibuat secara ‘sengaja’ untuk memancing reaksi massa seperti apa.

Sebuah opini kusir barangkali menurut sebagian orang. Tidak akan selesai dan bertemu ujung jika dijejaki hanya dalam media sosial. Kritis adalah hakim paling cerdas untuk menentukan kemana langkah hidup seseorang selanjutnya. Sebelum berkomentar alangkah pandainya diri kita berkawan dengan nurani. Bercermin terhadap diri sendiri dan sadar. Betapa kehidupan adalah peristiwa asing di depan sana. Yang kita sendiri tidak tau bagaimana nantinya. Salam. 


Februari, pekan kedua


Komentar

Postingan Populer